Hukum

Kasus Minyak Oplosan di Sampang Disorot: Dugaan Mahar Rp 100 Juta Cemari Integritas Penegakan Hukum

279
×

Kasus Minyak Oplosan di Sampang Disorot: Dugaan Mahar Rp 100 Juta Cemari Integritas Penegakan Hukum

Sebarkan artikel ini

SAMPANG – Kasus dugaan produksi dan peredaran minyak curah ilegal yang dikemas ulang menjadi “Minyak Kita” di Desa Bira Tengah, Kecamatan Sokobanah, Kabupaten Sampang, kembali menyita perhatian publik. Bukan hanya karena dampaknya pada konsumen, tapi juga karena munculnya isu “mahar hukum” sebesar Rp100 juta yang mencoreng wajah penegakan hukum.

Informasi yang beredar menyebutkan, sejumlah terduga pelaku yang sebelumnya diamankan justru telah dilepas dan kembali ke rumah masing-masing. Hal ini memunculkan tanda tanya besar: apakah hukum di negeri ini masih tegak lurus, atau mulai melengkung oleh kepentingan?

“Isu di masyarakat ramai sekali. Katanya ada uang yang mengalir supaya pelaku dilepas,” ujar salah satu warga Sokobanah yang enggan disebut namanya, Rabu (16/10/2025).

Isu tersebut menjadi tamparan keras bagi aparat penegak hukum. Sebab, praktik seperti ini  jika benar terjadi  bukan hanya mencederai hukum, tapi juga meruntuhkan kepercayaan publik terhadap institusi negara.

Padahal, dalam konteks sosial, kasus “Minyak Kita” oplosan bukan perkara kecil. Produk ini menyasar masyarakat bawah, terutama kalangan menengah ke bawah yang menggantungkan kebutuhan dapurnya pada harga minyak bersubsidi.

Jika produk semacam ini dioplos tanpa standar keamanan, dampaknya bisa fatal mulai dari risiko kesehatan hingga kerugian ekonomi bagi pedagang kecil.

Menanggapi rumor yang berkembang, Kasi Humas Polres Sampang AKP Eko Puji membantah keras adanya aliran dana dalam proses hukum tersebut.

 “Tidak benar ada uang Rp100 juta. Kami masih menunggu hasil uji laboratorium forensik dari Polda Jatim. Penegakan hukum tidak bisa dilakukan tanpa dasar bukti yang kuat,” tegasnya.

Namun, publik menilai, klarifikasi saja tidak cukup. Transparansi dan langkah konkret menjadi hal yang dinantikan masyarakat. Sebab, keadilan tidak hanya diukur dari proses hukum, tetapi dari sejauh mana aparat mampu menegakkan integritas dan keterbukaan dalam bekerja.

Aktivis muda Sampang, Ahmad Zainuri, mengatakan kasus ini seharusnya menjadi pembelajaran penting.

“Ini momentum bagi aparat untuk membuktikan bahwa hukum bukan barang dagangan. Sekaligus pengingat bagi masyarakat bahwa pengawasan publik sangat penting agar keadilan tidak disalahgunakan,” ujarnya.

Kasus ini memberi pesan kuat bahwa
keadilan tidak boleh hanya berhenti pada laporan dan uji laboratorium, tetapi juga harus menyentuh hati nurani.
Karena bila hukum bisa dinegosiasikan, maka rakyatlah yang pertama kali kehilangan kepercayaannya.

Kini masyarakat menunggu pembuktian nyata. Apakah Polres Sampang akan benar-benar menuntaskan kasus ini dengan transparan, atau sekedar meredam isu hingga dilupakan waktu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *